Sabtu, 28 Desember 2013

Berfikir dalam Diam

Tags





“tingalkan kaum-bijak berdebat, ikutiku
Biar alam semesta bertengkar seru:
Dan, diamlah diantara riuh keributan
Cemoohlah yang telah mencemooh engkau”

Demikian bait 45 dalam Rubaiyat karya Omar Khayyam, ini mengingatkan pada gelegar terdengan di seantero negeri ketika melihat para tokoh-tokoh politik maupun para pemuka agama salah satu pemimpin dari LSM sedang beradu argumen di salah satu stasiun TV swasta tempo hari, yang berperang dengan pedang yang tumpul, ataupun saling tembak dengan pistol kayu. Ini sangat riskan karena dalam mereka mengadu kata-kata, argumen tanpa adanya kajian mendalam atau terlebih dahulu tentang titik permasalahan.
Kaum intelek bak seorang pemandu wisata yang hanya memiliki pengetahuan perjalanan yang terbatas, hanya dapat membantu kelompok turisnya yang sedang bingung dengan kamar-kamar yang ada di dalam gedung indah yang sama itu saja. Mungkin semua orang tidak ada yang sempurna menguasai semua ilmu, akan tetapi jikalau memang tidak cukup tau janganlah berucap sampai-sampai membuat suatu mazhab sesat bernegara. Untuk mendapatkan kebenaran seseorang harus mampu melebihi kaum intelek dan lalu masuk menembus gerbang dalam keheningan sejati di dalam meditasi, dan terus menemukan garis pembatas yang tersembunyi dalam intuisi, yang kemudian masuk kedalam kerajaan kebenaran.
Sebelum adanya itu mungkin kita bisa diam sejenak untuk berfikir, berfikir tentang hakikat apa permasalahannya, ataupun berkaca pada diri sediri “apakah aku mampu untuk memecahkannya?” tapi hakikat manusia adalah belajar, belajar apapun tapi dengan cara yang tidak apapun. Cara ini yang lebih disoroti yakni cara yang benar tidak menyesatkan, cara yang tepa,t tidak cepat tapi salah, belajarlah sesuai apa yang digariskan dari landasan filosofis negeri ini dan isilah diam-mu dengan berfikir.
Karena disetiap kesempatan ada banyak godaan untuk melewan malu, menyombongkan diri, baakan menyesatkan, setiap teori berupaya memikat para konsumen untuk mendukungnya dengan cara menyombongkan diri karena daya kepandaian dan keasliannya. Pada awalnya ini menjadi pemikiran yang menarik, karenan ego yang berpacu dengan begitu semangat untuk mengutarakan apapun dalam hati, namun demikian akhirnya tak satupun  yang tertinggal dalam pikiran kecuali keraguan dan kebingungan  rohani. Maka kuatkanlah kajian, hentikan kesombongan untuk mencoba-coba mengetas diri, karena berfikir dalam diam terlebih dahulu adalah kekuatan terdahsyat daripada tak berfikir dahulu walaupun itu suaranya lebih dahsyat.(Exsan)

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

Tidak ada komentar