Sabtu, 21 Juni 2014

Proses Masuknya Islam dan Strategi Dakwah Sunan Giri dalam Islamisasi di Nusantara

Tags




 
Walisongo adalah sekumpulan orang yang disatukan dengan visi yang sama, yakni menyebarkan agama islam. Kebanyakan mereka melakukan dakwah islamisasi dengan metode yang tidak jauh berbeda satu dengan lainnya.  Mereka merupakan orang yang sukses menyebarkan islam di nusantara sehingga dapat dipeluk oleh sebagian besar masyarakat. Karena lebih dari 8 abad islam tidak dapat berkembang dengan baik di nusantara kususnya  Jawa. Adanya walisongo-lah yang merubah sebagian sosio kultural masyarakat.
Kata Wali berasal dari kata Waliullah, yang berarti ‘orang yang mencintai dan dicintai Allah’. Sedangkan dalam tradisi orang Indonesia dikenal sebutan Sunan. Kata Sunan, berarti “susuhunan” yang artinya orang yang dihormati atau sebagai pandita dalam istilah lainnya.

Relasi-Relasi Islam di Nusantara 
Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk Islam terbesar didunia. Menurut berbagai sumber, islam datang ke Nusantara banyak menghadapi rintangan oleh sebab itu tidak mudah untuk di syiarkan. Ada rentang waktu 800 tahun setelah islam masuk di nusantara, bahwa islam sulit untuk diterima oleh penduduk pribumi. Menurut cacatan Dinasti Tang dari China, bahwa orang-orang Arab muslim pada tahun 674 M sudah datang ke kerajaan Kalingga.[1]
Menurut Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo, Islam sendiri sudah masuk ke nusantara sejak pertengahan abad ke-7 masehi. Menurut P. Wheatey dalam The Golden Kersonese: Studies in the Historical Geography of the Malay Peninsula Before A.D. 1500, yang paling awal membawa seruan islam ke Nusantara adalah para saudagar arab, yang sudah membangun jalur perhubungan dagang dengan nusantara jauh sebelum islam. Kehadiran saudagar arab (tazhi) di Kerajaan Kalingga pada abad ke-7, yaitu era kekuasaan Rani Simha yang terkenal keras dalam menjalankan hukum, diberitakan cukup panjang oleh sumber-sumber Cina dari Dinasti Tang.
Kemudian S.Q Fatimi dalam karyanya yang berjudul Islam Comes to Malaysia mencatat bahwa pada abad ke-10 masehi, terjadi migrasi keluarga-keluarga Persia di Nusantara[2]. Migrasi tersebut tidak membawa hal yang berarti bagi eksistensi islam untuk dianut oleh warga pribumi, terutama di jawa.
Sebuah buku yang berjudul Historiografi Jawa yang ditulis oleh R.Tanoyo mengungkapkan bahwa dalam usaha mengislamkan jawa, Sultan Al-Gabah dari negeri Rum mengirim 20.000 keluarga muslim ke Pulau Jawa. Namun banyak diantara mereka yang tewas terbunuh dan hanya tersisa 200 keluarga.[3]
Sebelum itu juga ada keluarga Lor, yang datang pada zaman Raja Nasiruddin bin Badr yang memerintah wilayah Lor di Persia tahun 300 H/912 M. Kemudian keluarga Lor ini tinggal di Jawa dan mendirikan kampung dengan nama Loran atau Leran, yang bermakna Kediaman orang Lor.[4]Ini terbukti sampai sekarang  peninggalan arkeologi islam tertua di Nusantara yakni makam Fatimah binti Maimun yang inskripsinya menunjuk tahun 475 H/1082 H. Situs ini terletak di Dusun Leran, Desa Pesucinan, Kecamatan Mayar, Kabupaten Gresik.[5]Akan tetapi penduduk pribumi sekitar masih belum masuk islam, ini dibuktikan dengan  adanya prasasti Leran pada abad ke-13.[6]
Pada tahun 1292 M, Marcopolo seorang pelaut asal Italia akan pulang dari China dan singgah di perlak. Marcopolo dalam catatanya menyebutkan bahwa di tempat tersebut ada orang-orang Arab, Persia dan China yang beragama Islam. Kemudian yang paling mencenagangkan bahwa di pedalaman banyak penduduk aslinya masih memuja roh-roh, pohon dan bahkan kanibal.
Laksamana Cheng Ho dari China datang ke Jawa tahun 1405 M. Menurut catatannya bahwa di daerah (sekarang) Tuban, Gresik dan Suarabaya terdapat keluarga-keluarga Thionghoa muslim. Pada perjalanannya yang terakhir, Cheng Ho ditemani oleh juru tulisnya bernama Ma Huan (muslim) singgah di Jawa pada 1416 M. Ma Huan mencatat dalam bukunya yang berjudul Ying-yai Sheng-lan (peninjauan tentang pantai-pantai samudra) yang disusun tahun 1451, bahwa hanya ada tiga macam penduduk di Jawa: orang-orang muslim dari barat, orang China (beberapa diantaranya beragama islam), dan orang Jawa yang masih menyembah berhala. Akan tetapi ada beberapa batu nisan di Trowulan dan Troloyo yang menunjukan adanya orang-orang jawa yang beragama islam[7] di istana Majapahit kira-kira lima puluh tahun sebelum masa itu, maka laporan Ma Huan itu memberi kesan bahwa agama islam memang dianut oleh orang-orang di lingkungan istana sebelum penduduk biasa dipesisir jawa mulai beralih ke agama ini secara masif.[8]
Ini adalah bukti-bukti bahwa Islam sejatinya telah masuk di Nusantara bahkan jauh sebelum kerajaan majapahit muncul akan tetapi baru diterima oleh masyarakat pribumi secara masif  dan serentak sekitar abad ke-15 dan 16. Yakni Tome Pires pelaut asal Portugis yang datang ke Jawa pada tahun 1513 M, ia mencatat bahwa disepanjang pantai utara Jawa banyak adipati-adipati jawa muslim dan diikuti oleh pendudukanya. Kemudian tahun 1522 M pengelana Italia Antonio Pigafetta,[9] ia menyaksikan bahwa di wilayah pantura (sekarang) orang-orang pribumi beragama islam.
Ini adalah suatu keniscayaan yang harus diungkap mengapa dalam rentang waktu 800 tahun setelah islam masuk di Nusantara sulit untuk diterima penduduk asli secara masif dan menyeluruh. Tetapi ada rentang yang relative singkat antara catatan Ma Huan (1416) yang belum menemukan penduduk asli muslim secara besar, dengan Tome Pires (1513) atau Antonio Pigafetta (1522) yang telah menemukan penduduk asli yang beragama muslim secara menyeluruh dan komprehensif. Mengapa begitu cepat dakwah islam yang dilakukan sehingga dapat mengislamkan sebagian besar penduduk? Sedangkan waktu-waktu sebelumnya islam sulit diterima. Bagaimana metodenya? Siapa saja orangnya?. Sesuai dengan paragraf pembuka tulisan ini, bahwa walisongo-lah yang berperan secara masif dalam islamisasi di Nusantara pada era ini. Walisongo menggunakan metode-metode dakwah yang dapat dengan mudah diterima oleh penduduk pribumi tanpa pertumpahan darah. Masuknya islam  tidak seperti yang dialami bangsa-bangsa Arab dan India dalam proses kelahiran dan perkembangnnya penuh gejolak dan berbau darah.[10]
Strategi Dakwah Sunan Giri dalam Islamisasi di Nusantara
Sunan Giri merupakan salah satu dari anggota walisongo, beliau adalah anak dari Syech Maulana Ishak dan Dewi sekardau. Sunan Giri merupakan salah satu anggota dari walisongo yang berkedudukan di Bukit Giri, Gresik. Selain sebagai sunan atau Rohaniawan beliau juga merupakan raja sekaligus pemegang otoritas tertinggi di wilayah tersebut. Maka dari itu beliau disebut juga Prabu Satmata. Gelar Prabu menunjuk pada kekuasaan politis, sedangkan nama Satmata berasal dari nama salah satu nama Dewa Syiwa.[11]
Menurut Babad Tanah Jawi ayah dari Sunan Giri adalah Maulana Ishak lain daripada itu, Serat Walisana menyebut Sayid Yakub yang bergelar Raden Wali Lanang adalah ayah Sunan Giri. Ibu dari Sunan Giri menurut Babad Tanah Jawi adalah Dewi Sekardadu, Serat Walisana menyebutkan Retno Sabodi sebagai yang melahirkan Sunan Giri. Adapun kakek dari ibu Sunan Giri adalah Prabu Menak Sembuyu menurut Babad Tanah Jawi, tetapi Serat Walisana menyebutkan  Prabu Sadmudda adalah kakek dari ibu Sunan Giri. Meskipun memiliki perbedaan nama tokoh, baik dari Babad Tanah Jawi maupun  Serat Walisna  dari keduanya memilki alur cerita yang sama bahwa dari pihak ibu Sunan Giri merupakan keturunan Raja Blambangan (Banyuwangi) dan ditarik lagi sampai Hayam Wuruk melalui Bhre Wirabumi (putra Hayam Wuruk dari selir yang dirajakan di Blambangan). Bahkan nama Giri adalah nama yang diambil di daerah Giri di Bnyuwangi (sekarang).[12]
Menurut Sumber Babad Tanah Jawi maupun Serat Walisana yang sama alurnya menyebutkan bahwa Maulana Ishak dikirim oleh Sunan Ampel untuk dakwah di Blambangan. Meskipun sudah menjadi menantu dari Raja Blambangan saat itu atau menikah dengan Dewi Sekardadu/ Retno Sabodi, tatapi usaha dakwah yang dilakukan oleh Maulana Ishak mengalami kegagalan karena ia diusir oleh mertuanya ketika ia meminta meturanya untuk meninggalkan agamanya yang lama. Maulana Ishak meninggalkan istrinya yang sedang hamil tua. Dikisahkan lahirlah bayi Sunan Giri dan pada saat itu pula terjadi wabah penyakit yang melanda Blambangan. Raja menduga wabah penyakit tersebut disebabkan oleh sang bayi putra Maulana Ishak, maka dari itu bayi dibuang dilaut dimasukan didalam peti dan tersangkut oleh kapal Nyi Pinatih[13]yang kemudian menjadi ibu angkat Sunan Gresik. Itulah sebabnya Sunan Giri disebut juga Joko Samudro.
Bayi dirawat oleh Nyi Ageng Pinatih di Gresik. Setelah beranjak besar dibawa ke Sunan Ampel di Surabaya (dulu Ujung Galuh) untuk belajar ilmu agama. Selama berguru di Ampeldenta Joko Samudro berteman akrab dengan Makdum Ibrahim tak lain adalah putra dari Sunan Ampel yang nantinya bergelar Sunan Bonang.[14]Joko Samudro saat di Ampeldenta diberi nama oleh Sunan Ampel atas permintaan dari Maulana Ishak yakni Raden Paku. Sunan Ampel sendiri memberi julukan kepada Joko Samudra dengan nama M. Ainul Yaqin karena kejujuran serta ketaatannya dengan sang Guru yakni Sunan Ampel sendiri. Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, Raden Paku dan Raden Makdum Ibrahim akan pergi ke Mekkah untuk naik haji sekaligus menuntut ilmu. Setelah sampai di Malaka dan singgah disana mereka bertemu dengan Maulana Ishak yang merupakan ayah kandung Raden Paku.  Mereka kemudian diberi ilmu keislaman termasuk ilmu tasawuf. Menurut cacatan pada silsilah Bupati Gresik pertama yakni Kyai Tumenggung Poesponegoro, bahwa disana disebutkan Maulana Ishak dan Sunan Giri adalah guru Tarekat Sayathariyah. Maka bisa dikatakan aliran tasawuf dari Sunan Giri adalah aliran Tasawuf Tarekat Sayathariyah.[15]
Menurut Babad Tanah Jawi , Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim membatalkan perjalannya untuk ke Mekkah dan kemudian berputar haluan pergi ke Jawa. Tindakan itu diambil karena Jawa yang lebih membutuhkan dakwah islam. Sebelumnya Raden Paku dibekali segumpak tanah oleh Maulana Ishak dan dua orang abdi bernama  Syaikh Koja dan Syaikh Grigis. Raden Paku setelah sampai di Jawa mencocokan tanah yang didapatkan dari ayahnya. Sampailah Raden Paku di atas bukit yang tanahnya sama dengan tanah yang dibawanya dari Maulana Ishak. Bukit tersebut disebut Giri. Kemudian Raden Paku membangun masjid dan berdakwah untuk menyebarkan ajaran islam disana nantinya bangunan itu disebut dengan Giri Kedaton. Maka dari itu Raden Paku disebut Sunan Giri (Guru Suci di perbukitan Giri).
Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari penjuru Nusantara, mulai dari Maluku, Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Hitu dan Kepulauan Maluku. Bukan hanya dari rakyat kecil, murid Sunan Giri juga barasal dari golongan ningrat seperti para pangeran. Setelah para pangeran kembali ketempatnya kemudian mambawa semangat baru untuk lepas dari kerajaan Majapahit. Karena majapahit hancur ditandai dengan candrasengkala sirna ilang kertaning bumi yakni 1400 saka atau 1478 Masehi, sedangkan kelahiran Sunan Giri yakni 1443 M maka pada saat itu sebelum Majapahit Runtuh Sunan Giri telah lahir kemudian membangun pesantren pada usia muda sebelum beliau menikah.
Selian sebagai Rohaniawan, Sunan Giri juga sebagai Raja diwilayah tersebut. Hal ini tercermin pada nama lainnya yakni Prabu Satmata. Sunan Giri juga disebut sebagai pengganti kedudukan Sunan Ampel menjadi ketua penasihat Kerajaan Demak ketika Sunan Ampel meninggal dunia. Maka dari itu Sunan Giri disebut dengan Prabu Satmata. Nama dari Sunan Giri yang lain yakni Sultan Faqih yang menurut berbagai sumber bahwa nama itu disandang oleh Sunan Giri lantaran Sunan Giri lah yang memutuskan Syeikh Siti Jenar dihukum.
Dakwah Sunan Giri banyak melalui berbagai metode. Mulai dari pendidikan, budaya, serta politik. Dalam bidang pendidikan Sunan Giri tidak hanya didatangi oleh para santrinya dari berbagai daerah melainkan juga Sunan Giri tidak segan-segan untuk mendatangi masyarakat dan menyampaikan ajaran islam dengan empat mata. Setelah keadaan memungkinkan masyarakat dikumpulkan dengan acara-acara selametan, upacara dln, yang kemudian ajaran agama islam disisispkan lambat laun masyarakat mulai melunak dan mengikuti ajaran islam.[16]
Dalam bidang budaya Sunan Giri mengembangkan dakwah islam juga dengan mamanfaatkan seni pertunjukan yang menarik minat masyarakat. Sunan Giri juga dikenal pencipta tembang Asmaradhana dan Pucung kemudian Padang Bulan, Jor, Gula Ganti, dan permainan anak-anak Cublak-cublak suweng. Selain itu Sunan Giri juga dikenal sebagai seorang raja, yang memungkinkan lebih leluasa dalam usaha dakwahnya menyebarkan ajaran islam.
Maka dari itu bisa disimpulkan usaha-usaha yang dilakukan oleh para walisongo terutama juga Sunan Giri telah mencoba membaur dengan kebiasaan masyarakat setempat. Oleh karena islam dahulu telah masuk tetapi sulit untuk diterima oleh masyarakat secara masif maka ada inovasi yang dilakukan para walisongo. Maka menurut Ahmad Sobirin, juru kunci makam Sunan Giri, para walisongo dalam dakwahnya lebih mementingkan akhlak daripada fiqih. Maka dari itu proses islamisasi yang dilakukan walisongo hampir tidak ada pertumpahan darah. (Exsan)
DAFTAR PUSTAKA
Fatimi, S.Q. 1963. Islam Comes to Malaysia. Singapore : Malaysian Sosiological Research Institute.
Kasdi, Aminuddin. 2005. Kepurbakalaan Sunan Giri. Surabaya: Unesa University Press.
Mulyana, Slamet.2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha dan Timbulnya Negara-negara Islam Nusantara. Yogjakarta: LKIS.
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta :Serambi
Sunyoto, Agus. 2012. Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah. Depok: Pustaka Iman.





[1] Pada saat itu adalah masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib ke Umayah
[2] Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hlm. 46
[3] Ibid,.hlm 47
[4] Ibid,. hlm 46
[5] Fatimah binti Maimun yang wafat pada 475 H/1082 M merupakan wanita muslim yang lahir di Indonesia tetapi keturunan Suku Lor yang datang ke Nusantara pada abad ke-10. Tidak jauh dari Desa Leran ada desa yang bernama Roma, yang menurut tradisi lisan nama desa tersebut berasal dari bermukimnya lima orang Rum (Persia) di masa silam.
[6] Dalam prasasti itu terdapat kalimat yang intinya ada tempat suci bernama batwan yang bersemayam arwah suci Rahyangta Kutik. Karena pada saat itu makam Fatimah binti Maimun sulit bagi penduduk sekitar mengidentifikasi bahwa itu beragama islam maka batwan itulah makam Fatimah binti Maimun. Menguatkan juga disana tidak ditemukan Candi.
[7] Makam tersebut menggunakan angka tahun Saka, itu menunjukan bahwa yang dimakamkan tersebut adalah muslim Jawa
[8] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hlm 6
[9]Antonio Pigafetta (1491 - 1534) adalah seorang ilmuwan dan penjelajah Venesia yang lahir di Vicenza, Italia. Ia melakukan perjalanan bersama penjelajah Portugis Ferdinand Magellan dan awaknya pada perjalanan mereka ke Hindia. Selama ekspedisi, ia menjadi asisten Magellan yang berdisiplin dan terus membuat jurnal yang akurat.
[10] Abu Su,ud, Asia Selatan
[11] Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hlm. 180
[12] Ibid,. hlm 174-176
[13] Menurut Hosein Djajadiningrat dalam Sejarah Banten(1983), Nyai Pinatih adalah seorang janda kaya di Gresik. Nyai Pinatih memiliki suami bernama Koja Mahdum Syahbandar, yang merupakan seorang asing di Majapahit. 
[14] Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dari pernikahan dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja Bupati Tuban. Sunan Bonang dikenal tokoh walisongo yang ulung dalam berdakwah dan menguassi ilmu fiqih, ushuludin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur dan berbagai ilmu lainnya. Sunan Bonang menfokuskan dakwahnya di Tuban, Lasem dan daerah pantai utara antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
[15] Ibid., hlm 174. Tarikat Syattariyah adalah aliran tarikat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarikat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopularkan dan berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah asy-Syattar dari Samarkand (Asia Tengah). Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Bisa dianalisis bahwa mengapa Sunan Giri mendapatkan aliran Sayathariyah yakni dari ayahnya Maulana Ishak yang mendapatkan ilmu serupa dari tempat kelahirannya.
[16] R. Pitoyo, Tentang Sistim Pendidikan di Pulau Djawa XVII-XVIII (1962)

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

Tidak ada komentar